Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Eksplorasi Warisan Sejarah: Melihat Pesona Reruntuhan Candi di Balik Keindahan Alam Kawasan Pegunungan Muria

Eksplorasi Warisan Sejarah: Melihat Pesona Reruntuhan Candi di Balik Keindahan Alam Kawasan Pegunungan Muria

Pegunungan Muria tak hanya menyimpan pesona keindahan alam yang begitu menakjubkan, namun juga menyimpan peninggalan sejarah tersembunyi yakni berupa reruntuhan bangunan kuno yang tersusun rapi membentuk sebuah piramid di atas permukaan tanah. Reruntuhan bangunan tersebut merupakan candi- candi yang letaknya berdekatan dan dinamakan sebagai Candi Aso, Candi Bubrah dan Candi Angin. Ketiga candi tersebut memiliki kaitan satu sama lain dan termasuk kedalam satu kawasan situs yang telah dijadikan sebagai kawasan cagar budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah. 

Candi yang letaknya di Dukuh Duplak, Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Japara ini diduga merupakan peninggalan sejarah yang dibangun sejak sebelum zaman kerajaan Majapahit berkuasa di kawasan ini. Hingga sekarang belum diketahui pasti sejarah di balik keberadaan Candi Angin di kawasan utara pegunungan Muria ini, namun berdasarkan dari prasasti yang telah ditemukan menunjukkan bahwa keberadaan candi ini telah ada sejak pada zaman abad ke-7. Menurut prasasti yang ditemukan di kawasan Candi Angin, pada masanya keberadaan candi ini bukan difungsikan sebagai tempat tinggal, namun dijadikan sebagai tempat beribadah oleh masyarakat.

Hingga saat ini pun candi ini masih digunakan sebagai tempat untuk beribadah serta melakukan ritual bagi masyarakat lokal maupun luar desa bahkan hingga masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah luar Kabupaten Jepara. Ritual rutin yang dilaksanakan di Candi Angin ini diantaranya adalah Sedekah Bumi yang diadakan setiap Jumat Wage pada bulan Apit di setiap tahunnya, lalu pada hari- hari besar seperti tahun baru dalam kalender Jawa atau Suro, setiap mendekati Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Pada waktu-waktu tertentu tersebut, masyarakat juga mengadakan “kondangan” atau “kenduren” di kawasan ini disertai dengan doa bersama.

Udara segar dan kicauan burung menemani kami sepanjang perjalanan. Hamparan pegunungan hijau yang mengitari kawasan puncak Candi Angin serta birunya langit yang begitu menyegarkan mata. Perjalanan mendaki dari titik tempat parkir motor memakan waktu kurang lebih 2,5 jam dengan melewati tracking jalan menanjak, bebatuan, jurang serta pohon- pohon rimbun di samping kanan dan kirinya. Selama di perjalanan terdapat 1 pos peristirahatan sebelum menuju puncak yang letaknya setelah keberadaan Candi Aso. Setelah Candi Aso, reruntuhan batu yang ditemukan kedua dalam perjalanan kami adalah Candi Bubrah. Kemudian untuk sampai di Candi Angin butuh perjalanan menanjak lagi kurang lebih selama 20 menit hingga sampai di sebuah pendopo bertingkat yang letaknya tepat berada di bawah Candi Angin. Tak hanya berujung di kawasan Candi Angin, pengunjung juga masih bisa berjalan sampai ke puncak Candi Angin yang jaraknya sekitar 10 menit dari keberadaan Candi. Sepanjang perjalanan pendakian, akan ditemukan plang penunjuk arah yang akan memudahkan para wisatawan untuk menuju ke area puncak. Fasilitas yang akan ditemukan di kawasan Candi Angin diantaranya adalah kamar mandi, serta pos peristirahatan.